Beberapa guru jenjang pendidikan dasar nampak sedang mengurus tunjangan.
Jakarta (Dikdas): Selain mendata satuan pendidikan dan peserta didik, Data Pokok Pendidikan (Dapodik) juga diperuntukkan untuk menjaring data pendidik dan tenaga kependidikan (PTK). Sehingga, Dapodik bisa berfungsi sebagai referensi bagi Direktorat Pembinaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (Direktorat Pembinaan PTK) dalam penerbitan Surat Keputusan (SK) tunjangan guru.
“Jadi Dapodik ini menjaring tiga entitas data, yang salah satunya adalah PTK. Data PTK yang dijaring Dapodik ini, kemudian dijadikan sumber atau referensi bagi Direktorat Pembinaan PTK untuk menerbitkan SK, misalkan SK Penerima Subsidi Tunjangan Fungsional Bagi Guru Bukan Pegawai Negeri Sipil,” ujar Supriyatno, S.Pd., M.A, Kepala Sub Bagian Data dan Informasi, Bagian Perencanaan dan Penganggaran, Sekretariat Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar.
Supriyatno menambahkan, selama ini beredar isu yang tidak benar, bahwa Dapodik seolah-olah telah menjadi penentu bagi penerbitan SK tunjangan guru.
“Padahal yang benar, Dapodik hanya menjaring data PTK, tidak menetapkan. Yang menetapkan adalah Direktorat Pembinaan PTK,” tegas Supriyatno. “Jadi, misalnya tentang terbitnya SK Penerima Subsidi Tunjangan Fungsional Bagi Guru Bukan Pegawai Negeri Sipil, itu ya tentu melalui proses sebagaimana yang tertuang dalam Buku Petunjuk Teknis Pemberian Subsidi Tunjangan Fungsional Bagi Guru Bukan Pegawai Negeri Sipil,” tambahnya.
Data dalam Dapodik, lanjut Supriyatno, harus lengkap, wajar dan benar. Karena Dapodik telah ditetapkan sebagai referensi bagi pengambilan kebijakan. Ini sesuai dengan amanah Instruksi Menteri Pendidikan Nasional Nomor 02 Tahun 2011 tentang Pelaksanaan Pendataan di lingkungan Kementerian Pendidikan Nasional, bahwa hasil Dapodik menjadi satu-satunya sumber (acuan) data pendidikan dalam pelaksanaan kegiatan dan pengambilan keputusan atau kebijakan pendidikan.
“Jadi bagi yang belum melengkapi data dalam Dapodik, diharapkan segera melengkapinya,” tegas Supriyatno.
Sekilas Tentang Program Pemberian Subsidi Tunjangan Fungsional Bagi GBPNS
Program Pemberian Subsidi Tunjangan Fungsional bagi Guru Bukan Pegawai Negeri Sipil merupakan program pemberian subsidi kepada guru bukan pegawai negeri sipil (GBPNS) yang bertugas di sekolah swasta yang melaksanakan tugas mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik.
Program yang diberikan kepada GBPNS ini bersifat berkelanjutan sampai tahun 2015 sesuai amanat Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen serta Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru.
Program ini memiliki beberapa tujuan. Pertama, memotivasi GBPNS untuk terus meningkatkan kompetensi dan kinerja secara profesional dalam melaksanakan tugas di sekolah; kedua, mendorong GBPNS untuk fokus melaksanakan tugas sebagai pendidik, pengajar, pembimbing, pengarah, pelatih, penilai dan pengevaluasi peserta didiknya dengan sebaik-baiknya; dan ketiga, memberikan penghargaan dan meningkatkan kesejahteraan GBPNS. Besaran program ini adalah Rp. 300.000,- (tiga ratus ribu rupiah) per orang per bulan, dengan dikenakan Pajak Penghasilan (PPh) sesuai ketentuan yang berlaku.
Kriteria Guru Penerima
Sebagaimana disebutkan dalam Petunjuk Teknis Pemberian Subsidi Tunjangan Fungsional bagi Guru Bukan Pegawai Negeri Sipil, ada 7 (tujuh) kriteria yang harus dipenuhi GBPNS sebelum menerima tunjangan. Pertama, GBPNS merupakan guru pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat yang dibuktikan dengan Surat Keputusan yang diterbitkan oleh penyelenggara pendidikan; kedua, memiliki masa kerja sebagai guru secara terus menerus sekurang-kurangnya 6 (enam) tahun dengan ketentuan, terhitung mulai tanggal (TMT) 1 Januari 2006 secara terus menerus bagi GBPNS yang bertugas di sekolah yang diselenggarakan oleh masyarakat, dibuktikan dengan surat keputusan pengangkatan pertama sebagai guru; ketiga, memenuhi kewajiban melaksanakan tugas minimal 24 jam tatap muka per minggu yang dibuktikan dengan Surat Keterangan Pembagian Tugas Mengajar oleh Kepala Satuan Pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat atau ekuivalen dengan 24 jam tatap muka per minggu setelah mendapat persetujuan dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan;
Keempat, ketentuan sebagaimana dimaksud pada butir tiga (3) dikecualikan bagi: a) Guru yang mendapat tugas tambahan sebagai kepala satuan pendidikan mengajar minimal enam (6) jam tatap muka per minggu atau membimbing 40 (empat puluh) peserta didik bagi kepala satuan pendidikan yang berasal dari guru bimbingan dan konseling/konselor; b) Guru yang mendapat tugas tambahan sebagai wakil kepala satuan pendidikan mengajar minimal dua belas (12) jam tatap muka per minggu atau membimbing delapan puluh (80) peserta didik bagi wakil kepala satuan pendidikan yang berasal dari guru bimbingan dan konseling/konselor; c) Guru yang mendapat tugas tambahan sebagai kepala perpustakaan, kepala laboratorium, kepala bengkel, kepala unit produksi mengajar minimal dua belas (12) jam tatap muka per minggu; d) Guru yang bertugas sebagai guru Bimbingan Konseling paling sedikit mengampu seratus lima puluh (150) peserta didik pada satu atau lebih satuan pendidikan; e) Guru yang bertugas sebagai guru pembimbing khusus pada satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan inklusi atau pendidikan terpadu paling sedikit enam (6) jam tatap muka per minggu; f) Guru yang bertugas sebagai guru pada satuan pendidikan khusus seperti pada daerah perbatasan, terluar, terpencil, atau terbelakang; masyarakat adat yang terpencil; dan/atau mengalami bencana alam; bencana sosial; dan tidak mampu dari segi ekonomi; g) Guru yang berkeahlian khusus yang diperlukan untuk mengajar mata pelajaran atau program keahlian sesuai dengan latar belakang keahlian langka yang terkait dengan budaya Indonesia; h) Guru yang tidak dapat diberi tugas pada satuan pendidikan lain untuk mengajar sesuai dengan kompetensinya dengan alasan kesulitan akses dibandingkan dengan jarak dan waktu.
Kelima, memiliki nomor unik pendidik dan tenaga kependidikan (NUPTK); keenam, memiliki nomor rekening tabungan yang masih aktif atas nama penerima STF; dan ketujuh, guru yang belum memiliki sertifikat pendidik.*
“Jadi Dapodik ini menjaring tiga entitas data, yang salah satunya adalah PTK. Data PTK yang dijaring Dapodik ini, kemudian dijadikan sumber atau referensi bagi Direktorat Pembinaan PTK untuk menerbitkan SK, misalkan SK Penerima Subsidi Tunjangan Fungsional Bagi Guru Bukan Pegawai Negeri Sipil,” ujar Supriyatno, S.Pd., M.A, Kepala Sub Bagian Data dan Informasi, Bagian Perencanaan dan Penganggaran, Sekretariat Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar.
Supriyatno menambahkan, selama ini beredar isu yang tidak benar, bahwa Dapodik seolah-olah telah menjadi penentu bagi penerbitan SK tunjangan guru.
“Padahal yang benar, Dapodik hanya menjaring data PTK, tidak menetapkan. Yang menetapkan adalah Direktorat Pembinaan PTK,” tegas Supriyatno. “Jadi, misalnya tentang terbitnya SK Penerima Subsidi Tunjangan Fungsional Bagi Guru Bukan Pegawai Negeri Sipil, itu ya tentu melalui proses sebagaimana yang tertuang dalam Buku Petunjuk Teknis Pemberian Subsidi Tunjangan Fungsional Bagi Guru Bukan Pegawai Negeri Sipil,” tambahnya.
Data dalam Dapodik, lanjut Supriyatno, harus lengkap, wajar dan benar. Karena Dapodik telah ditetapkan sebagai referensi bagi pengambilan kebijakan. Ini sesuai dengan amanah Instruksi Menteri Pendidikan Nasional Nomor 02 Tahun 2011 tentang Pelaksanaan Pendataan di lingkungan Kementerian Pendidikan Nasional, bahwa hasil Dapodik menjadi satu-satunya sumber (acuan) data pendidikan dalam pelaksanaan kegiatan dan pengambilan keputusan atau kebijakan pendidikan.
“Jadi bagi yang belum melengkapi data dalam Dapodik, diharapkan segera melengkapinya,” tegas Supriyatno.
Sekilas Tentang Program Pemberian Subsidi Tunjangan Fungsional Bagi GBPNS
Program Pemberian Subsidi Tunjangan Fungsional bagi Guru Bukan Pegawai Negeri Sipil merupakan program pemberian subsidi kepada guru bukan pegawai negeri sipil (GBPNS) yang bertugas di sekolah swasta yang melaksanakan tugas mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik.
Program yang diberikan kepada GBPNS ini bersifat berkelanjutan sampai tahun 2015 sesuai amanat Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen serta Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru.
Program ini memiliki beberapa tujuan. Pertama, memotivasi GBPNS untuk terus meningkatkan kompetensi dan kinerja secara profesional dalam melaksanakan tugas di sekolah; kedua, mendorong GBPNS untuk fokus melaksanakan tugas sebagai pendidik, pengajar, pembimbing, pengarah, pelatih, penilai dan pengevaluasi peserta didiknya dengan sebaik-baiknya; dan ketiga, memberikan penghargaan dan meningkatkan kesejahteraan GBPNS. Besaran program ini adalah Rp. 300.000,- (tiga ratus ribu rupiah) per orang per bulan, dengan dikenakan Pajak Penghasilan (PPh) sesuai ketentuan yang berlaku.
Kriteria Guru Penerima
Sebagaimana disebutkan dalam Petunjuk Teknis Pemberian Subsidi Tunjangan Fungsional bagi Guru Bukan Pegawai Negeri Sipil, ada 7 (tujuh) kriteria yang harus dipenuhi GBPNS sebelum menerima tunjangan. Pertama, GBPNS merupakan guru pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat yang dibuktikan dengan Surat Keputusan yang diterbitkan oleh penyelenggara pendidikan; kedua, memiliki masa kerja sebagai guru secara terus menerus sekurang-kurangnya 6 (enam) tahun dengan ketentuan, terhitung mulai tanggal (TMT) 1 Januari 2006 secara terus menerus bagi GBPNS yang bertugas di sekolah yang diselenggarakan oleh masyarakat, dibuktikan dengan surat keputusan pengangkatan pertama sebagai guru; ketiga, memenuhi kewajiban melaksanakan tugas minimal 24 jam tatap muka per minggu yang dibuktikan dengan Surat Keterangan Pembagian Tugas Mengajar oleh Kepala Satuan Pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat atau ekuivalen dengan 24 jam tatap muka per minggu setelah mendapat persetujuan dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan;
Keempat, ketentuan sebagaimana dimaksud pada butir tiga (3) dikecualikan bagi: a) Guru yang mendapat tugas tambahan sebagai kepala satuan pendidikan mengajar minimal enam (6) jam tatap muka per minggu atau membimbing 40 (empat puluh) peserta didik bagi kepala satuan pendidikan yang berasal dari guru bimbingan dan konseling/konselor; b) Guru yang mendapat tugas tambahan sebagai wakil kepala satuan pendidikan mengajar minimal dua belas (12) jam tatap muka per minggu atau membimbing delapan puluh (80) peserta didik bagi wakil kepala satuan pendidikan yang berasal dari guru bimbingan dan konseling/konselor; c) Guru yang mendapat tugas tambahan sebagai kepala perpustakaan, kepala laboratorium, kepala bengkel, kepala unit produksi mengajar minimal dua belas (12) jam tatap muka per minggu; d) Guru yang bertugas sebagai guru Bimbingan Konseling paling sedikit mengampu seratus lima puluh (150) peserta didik pada satu atau lebih satuan pendidikan; e) Guru yang bertugas sebagai guru pembimbing khusus pada satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan inklusi atau pendidikan terpadu paling sedikit enam (6) jam tatap muka per minggu; f) Guru yang bertugas sebagai guru pada satuan pendidikan khusus seperti pada daerah perbatasan, terluar, terpencil, atau terbelakang; masyarakat adat yang terpencil; dan/atau mengalami bencana alam; bencana sosial; dan tidak mampu dari segi ekonomi; g) Guru yang berkeahlian khusus yang diperlukan untuk mengajar mata pelajaran atau program keahlian sesuai dengan latar belakang keahlian langka yang terkait dengan budaya Indonesia; h) Guru yang tidak dapat diberi tugas pada satuan pendidikan lain untuk mengajar sesuai dengan kompetensinya dengan alasan kesulitan akses dibandingkan dengan jarak dan waktu.
Kelima, memiliki nomor unik pendidik dan tenaga kependidikan (NUPTK); keenam, memiliki nomor rekening tabungan yang masih aktif atas nama penerima STF; dan ketujuh, guru yang belum memiliki sertifikat pendidik.*
M. Adib Minanurokhim
Sumber : dikdas.kemdiknas.go.id